Home » » Potret Politik Kekinian

Potret Politik Kekinian

Oleh: Dahlia Oktamia

       Berbicara mengenai politik dalam kehidupan sehari-hari mungkin tak akan mengenal titik akhir karena pada dasarnya politik adalah siasat atau kebijakan dalam menghadapi dan menangani suatu permasalahan. Dimana politik itu akan melahirkan dimensi kekuasaan, pengambilan keputusan, pengaturan kegiatan serta kontrol pemikiran dan tindakan. Menyinggung keterkaitannya di dalam Islam, agama yang terpelihara dan menyelamatkan, itu sah-sah saja. Berpolitik dalam islam pun mengapa tidak. Tinggal dari kita yang harus pandai memaknai implementasi dari politik itu sendiri.
   Menguak sedikit perjalanan kisah Rasulullah yang juga bertengger di kancah perpolitikan demi dakwahnnya, penyebaran islam. Rasulullah juga berpolitik. Beliau juga memerlukan kekuasaan tatkala objek dakwahnya adalah orang-orang besar dan terkemuka. Pun terhadap orang-orang dari kalangan biasa, beliau merupakan seorang pemimpin yang mengayomi dan diteladani. Tetapi apakah lantas beliau menjadi gila jabatan? Tentu tidak. Semua orang tahu ketawadhu’an Rasulullah, bahkan para kafir Quraisy pun mengakui hal itu. Segalanya  mengalir demi kelancaran dan kemajuan syiar islam. Kepiawaian beliau dalam merumuskan strategi-strategi jitu sepanjang proses mengenalkan islam, menyebarkan sampai tujuan menegakkan negara islam sangat perlu untuk ditiru. Yang perlu ditekankan dalam sorotannya adalah proses. Semua butuh proses untuk mencapai suatu visi.
    Berkaca dari keeksisan Rasulullah di dunia perpolitikan, mari bandingkan dengan kealotan politik di zaman kontemporer ini. Kemirisan dan sedikit kekecewaan yang ada sejauh hati merasa. Asing terhadap saudara ketika politik sudah berbicara. Lupa daratan tatkala jabatan melangit menjadi incaran. Dan tidak sedikit yang menghalalkan segala cara dalam berupaya. Prinsip instan asal berhasil. Lalu dimana letak prosesnya?
    Adalah benar jika kita berkata politik itu kotor dan berani kotor itu baik. Karena sejatinya fitrah kita sebagai manusia adalah dilahirkan sebagai pemenang dan untuk menjadi seorang pemenang kita harus berani. Tetapi bukan berarti dengan ‘mengotor-ngotori’ diri demi suatu pencapaian.
   Bukanlah sebuah perpecahan yang diharapkan dari adanya politik. Bukan saling menjatuhkan dan saling melengserkan, melainkan sebuah satu kesatuan yang utuh, dimana kesamaan visi itu dijunjung dalam balutan keridhoan Ilahi. Menanggapi apa yang kini terjadi, sangat disayangkan jika orang-orang yang notabenenya cerdas dan intelek menjadi ‘buta’ akibat penyimpangan politik. Padahal sejatinya politik ada untuk kemaslahatan umat dan menjauhkan kerusakan darinya sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat dalam era kepemimpinannya.
   Wallahu’alam bishowab.

1 komentar: