Home » » Menulis? Siapa takut!

Menulis? Siapa takut!



Ilmu laksana binatang buruan. Pena dan tinta adalah (tali kekang) pengikatnya,
maka ikatlah binatang buruanmu dengan tali yang kuat
(Imam Syafe’i)

stock-vector-a-splash-of-various-colors-background-design-for-your-text-find-more-colorful-illustrations-in-34382839 copy.jpg            Begitulah Imam Syafei bercerita tentang makna menulis. Laksana binatang buruan yang begitu liar, ia akan pergi menjauh dan hilang ketika tali kekangnya tidak kuat atau bahkan tidak tidak dikekang, pun demikian dengan ilmu. Ilmu yang didapat  dan atau dicari, tidak akan bertahan dan menahun tatkala tidak dituliskan di lembaran-lembaran nyata, ia dengan mudah dilahap penyakit lupa hingga tak membekas apalagi mengakar. betapa banyak gagasan yang terlupakan karena tidak ditulis secara nyata, hanya ditulis pada ingatan.
            Di zaman yang (katanya) serba modern saat ini, disaat robot-robotberperan menggantikan dan membantu tugas manusia di dalam kehidupan, minat menulis di kalangan generasi muda khususnya mahasiswa masih sangat minim. Tak pelak kita melihat mahasiswa yang hanya fokus pada kuliah (study oriented only,red). Mereka ingin cepat meraih gelar sarjana sehingga langsung dapat bekerja di sebuah perusahaan bonafit. Hal itu berimbas pada kurangnya minat menulis, ditambah lagi karena menulis merupakan kegiatan aktif sehingga Mereka berpendapat menulis membutuhkan curahan tenaga dan pikiran yang akan menghabiskan waktu.
            Rendahnya minat menulis juga dikarenakan mereka terlalu kaku dengan harus menuruti kaidah menulis yang baik dan benar. Padahal untuk mulai menulis, “kangkangi” cara menulis yang baik, tumpahkanlah ide-ide yang ada di gagasanmu dan mulailah menulis tanpa menghiraukan kaidah bahasa yang baik dan benar walaupun seyogyanya kualitas tulisan juga sangat penting, namun mulailah menulis untuk diri sendiri terlebih dahulu. Kita akan bisa menulis dengan baik setelah terjadi pembiasaan dan pengakraban diri dengan dunia menulis dan tulisan.
Selain hal diatas rendahnya minat menulis pun diakibatkan oleh kurangnya minat baca dikalangan generasi muda terkhusus mahasiswa sang agen of change. Sebagaimana dituturkan oleh Abdul Khak (Kepala balai bahasa Bandung) bahwa rendahnya minat menulis diakibatkan rendahnya minat baca (Kompas.com,2011). Ada apa dengan membaca? eratkah hubungan membaca dengan menulis? ya, karena menulis adalah muara dari membaca, semakin banyak seseorang melahap bacaan, maka semakin mudah untuk menggoreskan tinta, menumpahkan ide dalam lembaran nyata. 
            Minimnya minat menulis, berdampak pada jumlah publikasi karya ilmiah Indonesia yang kalah dengan negara-negara lain. Ironis, ketika Indonesia yang notabene merupakan  negara terbesar  ke empat di dunia hanya menghasilkan sepertujuh karya ilmiah dibandingkan negeri jiran Malaysia (Dirjen Dikti,2012)
            Sejatinya, menulis sudah begitu akrab dengan kita, bahkan hal tersebut telah diajarkan oleh orang tua kita saat  kita masih kecil. Kegiatan menulis pun telah diterangkan dalam kitab suci Al-quran yakni dalam surah Al-Qomar ayat : 53
Dan segala(sesuatu) yang kecil maupun yang besar (semuanya) tertulis
dari ayat di atas jelas bahwa pemilik jagat raya ini pun menuliskan segala sesuatunya sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak (mulai) menulis.
            Menulis pun kegiatan yang begitu akrab dengan dunia dakwah. tak sedikit kita melihat para penyeru kebaikan yang berdakwah lewat pena, sebut saja Habiburrahman El Shirazy yang novel- novel karyanya diburu oleh banyak orang. Salim A. Fillah, penulis muda yang buku-bukunya yang bertemakan cinta banyak diminati oleh pembaca, kemudian Anis Matta yang akhir-akhir ini namanya sering digembar-gemborkan oleh media, Soekarno muda (orator-ulung) ini pun berdakwah lewat pena dan masih banyak lagi para penyeru kebaikan yang berdakwah dengan lafadz sastra tulis.
            Menulis. Ternyata bukan pekerjaan sederhana. Dengan menulis tanpa sadar kita sedang mendulang pahala. Bagaimana bisa…??. Semua berawal dari niat. Jika niat menulis kita tulus untuk menyampaikan kebaikan. Bukan sekedar demi uang dan kebanggaan. Apapun bentuk tulisan itu, entah puisi, cerpen, novel, artikel ataupun berita tentang kisah nyata. Jika setiap untaian kata penuh makna yang coba kita ciptakan bisa dipastikan akan membekas dalam bagi yang membacanya. Maka sejak pertama yang mesti ditata saat menulis tak hanya sejumlah buku atau artikel yang akan kita jadikan sebagai panduan dan referensi semata. Yang lebih penting dari itu semua. Tentu saja, niat. Saat hanya Ilahi yang jadi motivasi sejati maka keberkahanpun akan datang menghampiri. (bersamadakwah.com,2013)
                        Menyikapi hal ini, KAMMI Al-Quds tergerak untuk menumbuh-kembangkan tradisi menulis bagi kalangan muda lewat Genus (Gerakan menulis). Dengan  wahana ini diharapkan hidupnya (kembali) ruh menulis dikalangan generasi pemuda terkhusus sang Iron Stock (Mahasiswa, red) yang akan melanjutkan estafet pembangunan peradaban bangsa. Buatlah Ibu Pertiwi bangga telah melahirkan kita.
                                                           
(Tarian Pena staff Humas KAMMI Al-Quds UNSRI)

0 komentar:

Posting Komentar