Home » » Pelangi Hijabku

Pelangi Hijabku



                Udara pagi yang cerah, ku duduk di bawah pohon rindang di samping gedung serbaguna baru kampusku, pagi ini aku sengaja datang lebih awal dari biasanya, banyak gelar yang di berikan oleh teman-teman padaku, mulai dari Miss Telat, Miss pemalas, Miss Rempong plus gak bisa masak dan miss sie kerepotan, de el el.
                Mungkin saja jika mereka tau hari ini aku datang lebih awal, akan menjadi hot news di kelasku, maklum saja sederet gelar-gelar itu sudah menjadi paten bagiku, aku tak merasa risih dengan hal itu. Jujur dengan begitu aku merasa mereka cukup care terhadapku, Sara teman dekatku selalu memberi dukungan padaku. Aku ingin mengubah pola hidupku yang seperti kapal pecah seperti kamar kostku.
                Mereka anak-anak fosil 2011 membuatku merasa nyaman, teman-teman yang harmonis dan peduli sesama, ya itulah kesolidan di dalam kelasku, hingga banyak yang mendapat julukan khas kelompok masing-masing. Mulai dari kelompok Borjuis, Kelompok Garis Keras (GK), Trobos dan bahkan Kelompok Biri-biri sekalipun ada, itulah kelasku, Sejarah Fosil 2011. Lucu memang, aku pun sempat bersama temanku  mendapat julukan oposisi dan ada rezim-rezim orde baru History. Keberagaman di kelasku memang mengasikkan.

                Meskipun tetap akan ada saja pertentangan antara kami semua, aku merasa nyaman saja tak elak konflikpun sering terjadi, hingga debat kusir bahkan saling ejek itu hal biasa. Tapi kami tetap satu, suasana terpanas di dalam kelas, manakala sedang mempersentasikan hasil kerja kelompok ataupun persentasi sendiri. Tak membedakan itu teman dekat, teman satu organisasi ataupun teman sejawat yang terkadang hanya sekedar untuk bergosip ria setelah perkuliahan selesai.  Ketika dalam forum debat semua terasa seperti  tak mengenal satu sama lain, tak pandang bulu dan memihak siapapun bahkan bisa saja terjadi ladang pembantaian seperti cerita ladang pembantaian oleh rezim Khmer Merah di kamboja, di bawah pimpinan Pol Pot, yang masuk nominasi 10 orang terkejam di duna setelah Hitler,
                Setiap orang saling mengeluarkan argument, melemparkan pertanyaan yang berbeda sarat akan analisis dan makna, yang terkadang menghabiskan waktu yang cukup lama dalam penyelesaiannya, suasana ini sangat hidup dan mengalir dengan sendirinya, sehingga kami merasa enjoy yang kadang kala cukup mencekam.
                Namun, aku merasakan ada yang berbeda hari ini. Mulai dari kedatanganku yang terlalu pagi dan seragam rapi yang kukenakan. Sedikit terselip rasa heran dalam diriku, tentang hari ini yang berbeda dari hari-hari yang lalu, aku sendiripun  tak mengerti apa yang terjadi dalam diriku, entah itu tekanan atmsofer yang ekstrim ataukah sedang adu perang dalam hatiku, aku mulai gelisah dengan penampilanku hari ini, bukan karena aku lupa bercermin saat pergi ke kampus, salah kostum atau baju yang norak dengan warna full kadot.
                Tapi, kegelisahanku berawal dari ketakutanku akan memulai babak baru dalam sejarah yang akan ku torehkan. Ya memulai dengan hijab yang sebenarnya. Pakaianku yang serba tertutup senada dengan hijab plus warna kesukaanku yang ku pakai, ungu muda dengan bros merah. Memang aku menyukai warna-warna yang hidup namun tetap anggun terlihat, karena warna membangkitkan semangat siapapun melihatnya. Merah yang melambangkan berani dan ungu melambangkan keanggunan apalagi yang memakainya dengan Percaya Diri, di jamin semua terpesona  melihatnya ditambah hijab yang berkibar kala belaian angin menyapa. Semakin memperanggun yang melihatnya.
                Hampir tiga puluh menit aku duduk dan dikejutkan dengan gurauan teman dekatku Sara yang membuatku senam jantung dengan mengagetkanku saat dia datang. Karena aku bukan orang yang latah, tentu saja aku tetap marah padanya, tapi salahku memang, melamun bersama kegelisahanku yang akhirnya membuatku senam jantung di pagi ini, ditambah rayuan kecil  Sara saat melihat penampilanku hari ini.
                Dua jempol yang biasanya sering kami gunakan untuk memencet tombol hp dan mengacungkan tanda ok, spontan kedua jempolnya langsung dihadapkan pada mukaku yang hampir mengenai mataku. Memang dasar si Sara yang sering bercanda keterlaluan, dia tertawa kekeh melihat mukaku yang memerah. Bergegas dia ambil langkah seribu menuju ruang kelas anak-anak fosil, karena dia sudah tau aku pasti akan membalasnya dengan lima jari atau dua jari, cubitan maut yang membuat orang histeris kalau mendapatnya dariku, kelas masih sepi, sekarang menunjukan pukul 07.00  hanya  Aku dan Sara yang ada disana, untung saja sudah dibuka oleh kak Nando, tukang bersih-bersih yang baik hati, rajin menabung dan utamanya tidak sombong, kata-kata ini sering kami ajukan pad Ria, yang kabar-kabarnya nge-fans berat sama tukang bersih-bersih ini, dengar-dengar katanya mirip dengan Ariel Peterpan. Kami sering tertawa saat melihat tingkahnya d idepan kak Nando, biasanya Ria sudah datang sebelum kelas dibuka, karena ini kesempatan emas untuknya melihat, rejeki di pagi hari  buat cuci mata.
                Memang dasar otak anak yang satu itu perlu dibersihkan, nge-fans nya gak tanggung-tanggung, sama tukang bersih-bersih juga di fans-in, tapi tak bisa dipungkiri kalo tampangnya menjanjikan, memang mirip sampai pernah menjadi trand set di kalangan kaum hawa awal masuk perkuliahan dulu, hanya sayang pekerjaanya tak begitu menjanjikan bagi kaum hawa yang suka belanja, boros bin morotin anak orang, kayak si Ria.
                 Kali ini Ria tak datang awal, mungkin dia sudah sadar akan khilafnya selama ini, meskipun teman kami yang satu itu cuman iseng-iseng berhadiah saja, bukan untuk mendekatinya.
                Sara yang mulai menangkap pikiranku, langsung tersenyum simpul sambil mengatakan ”Aku senang melihat penampilanmu sekarang” jauh berbeda dengan yang dulu, begitu tampak rapi dan bersahaja sebagai calon pendidik nantinya, sekalipun tak menjadi seorang guru, setidaknya menjadi pendidik bagi anak-anakmu  kelak. Sara memang seorang jilbaber, bahkan sejak awal memasuki kampus ini. Dia membuktikan kepada kami semua, seorang jilbaber tidak kuno dan tidak jadul. Penampilanya bahkan jauh lebih elegan dan bersahaja satiap kali melihatnya. Tak elak banyak yang kagum akan keberanian dan kepercayaan dirinya yang kuat, atas godaan style yang sangat menghegemoni dikalangan mahasiswa, banyak yang simpati padanya, kacamata yang menambah hiasan diwajahnya semakin membuatnya terlihat manis ditambah lesung pipit membuat orang yang memandangnya begitu teduh.
                Saralah yang memotivasiku, kadang kala aku terjatuh dan terpuruk. Dia teman yang selalu ada untukku, kapanku membutuhkannya, bahkan dia rela bermalam di kostku manakala aku memintanya menemaniku saat aku merasa sepi. Dia tak hanya terkenal di jurusanku saja, tapi hampir di fakultasku banyak yang mengenalnya, aktif di dalam kegiatan kampus, tak hanya itu ia bahkan pernah menjadi juara saat perayaan semarak hari pendidikan di fakultasku, maklum saja di memang mempunyai keahlian dalam bidang retorika.
                Dialah yang mengajakku untuk ikut peran dalam kegiatan mahasiswa, LDF (Lembaga Dakwah Kampus) hingga organisasi yang terbuka seperti senat(BEM) sekalipun. Aku menikmati hal ini, menemukan hal baru, bertemu sahabat-sahabat baru yang belum kukenal. Meraka sangat welcome kepadaku. Namun, aku merasa ada yang berbeda antara aku dan mereka, pakaian mereka yang tetutup dan jilbab menutupi kepalanya semakin membuatku minder kala dekat mereka, sepertinya merekapun memahamiku. Akhirnya mereka mulai mengajariku, namun tak begitu memaksakan, mereka memberikan pengertian padaku dan akupun dimasukan dalam kelompok pengajaran agama, sejenis mentoring (Kajian agama secara kelompok), aku tertegun, semua yang kulakukan banyak mengalami kesalahan, mulai dari pakaianku, cara dan gayaku. Aku ingin seperti mereka dan menjalankan tuntunan agamaku dengan benar dan lurus, kebenaran telah menghampiriku dan tak kutolak sedikitpun, aku mencari kebenaran dan melakukan pembenaran dalam hidupku. Akhirnya aku memutuskan untuk berhijrah, tepat pada awal tahun baru islam dalam makna hijrah yang sebenarnya menuju sebuah perbaikan, perbaikan diri sendiri dan cara beribadah lainnya.
                Hari ini aku memulainya, meskipun ada perasaan tak Pede- pada diriku, meskipun ketakutan itu selalu muncul kala diawal akan memulai, namun kuyakinkan diriku mulai memberanikan diri untuk melawan rasa yang bertolak belakang dengan perbaikanku ini. Meskipun kelas masih sepi, Ac yang sedari tadi menyala, ternyata tak mempengaruhiku, keringat mulai bercucuran, satu persatu mulai banyak yang berdatangan, banyak yang memandangku penuh heran, namun tak sedikit juga yang mengucapkan selamat padaku, aku membalasnya dengan senyum simpul.
                Bahkan yang bertanyapun tak sedikit, mereka banyak mengolok-ngolok perubahanku sekarang, maklum saja di kelasku sedikit stock jilbaber seperti Sara termasuk aku, mereka lebih menyukai pakaian yang ketat dengan style yang sedang trend saat ini, aku yang sebelumnya sama seperti mereka tak begitu merisaukan akan gayaku dulu, mungkin mereka mengangapku kuno tapi aku tau ini yang sebenarnya, Sara lah yang menguatkan akan keputusanku ini. Dia selalu memberi dukungan untukku.
                Perkuliahpun dimulai, aku yang mengambil posisi duduk terdepan, dengan khidmat mulai memperhatikan dosen pendidikan yang mengajar di kelasku itu. Usai perkuliahan itu kami mulai meninggalkan kelas dan sibuk dengan kepentingan masing-masing, ada yang menuju ruang baca, kantin dan akupun begegas menuju mushola untuk menununaikan sholat zuhur, karena waktu sudah menunjukan untuk sholat.
                Kantin  favoritku sperti  menari-nari di pelupuk mataku, maklum saja datang pagi tak sempat untuk membeli sarapan, hanya secangkir teh  yang bisa ku seruput pagi tadi. Aku dan Sara bergegas pergi menuju kantin, akhirnya kami memesan menu nasi ayam bakar pecel  mas iwan yang selalu favorit dihati kami. Dengan lahap kami menyantap menu tersebut sambil bercerita ria bersama Sara.
                Usai makan siang, kami menuju ruang baca fakultas mencari buku panduan sejarah. Tiba-tiba Sara menyodorkan buku bertemakan Hijab yang sebenarnya lengkap panduannya. Aku terkesima melihatnya, ku peluk Sara, terisak tangisku mulai terdengar yang hampir sedikit mengarahkan perhatian pembaca kepada kami berdua, ku katakan pada Sara Aku mencintaimu Karena Allah.
                Hari ini pun ku telpon ibuku di seberang sana, dan ku katakan aku telah Berhijrah menuju Hijabku yang sebernarnya. Mama Aku mencintaimu Karena ALLAH, ku tutup telponku dengan penuh haru biru.


               

2 komentar: