Berita yang ditampilkan dalam media masa saat ini begitu ramai, mulai
dari media cetak (Koran misalnya), media elektronik (Tv, Radio), dan tak luput
internet sebagai media terpopuler yang sering dikunjungi oleh pengggunanya.
Mereka berlomba-lomba menampilkan berita, mulai dari yang biasa hingga yang
kontroversional. Tujuannya tak lain agar beritanya laku di pasaran di mana
masyarakat merupakan objek sasaran penjualan berita. Bahkan dalam berita yang
di tampilkan sering terjadi dualisme pendapat, yang salah bisa menjadi benar
dan yang benar bisa menjadi salah. Ya, itulah untungnya memilki media, mereka
yang memilki media, mereka yang berkuasa. Serta sebagai alat politik. Namun, tak
sadarkah penikmat berita itu bukan hanya orang yang memilki pendidikan tinggi
saja. Tapi, masyarakat awampun seakan tak ingin ketinggalan berita, yang
terlihat mereka seakan memahami berita yang ada, serta membentuk opini-opini
berdasarkan asumsi pribadi. Tanpa bekal pemahaman yang jelas.
Jika kita bayangkan, anak kecilpun sebenarnya sudah terkonteminasi oleh
berita-berita yang semakin hari tak karuan. Bahkan anak kecilpun sudah banyak
yang mengenal Gayus Tambunan, apa lagi setelah keluarnya lagu Gayus Tambunan,
makin terkenallah dia. Poltisi Demokrat Anas Urbaningrum, bahkan adikku yang
saat ini kelas 1 SD pun sudah tau dengan Angelia Sondakh. Tiap kali aku
menonton acara berita di televisi, dia langsung tau dengan nama-nama wakil
rakyat yang tersandung korupsi seperti: Angelia Sondakh. Sontak aku terkejut,
betapa media memiliki pengaruh besar terhadap mengakarnya suatu berita.
Saat ini adalah momentum 2014, yang mana mereka saling sikut menyikut
dalam dunia perpolitikan, sehingga dapat dikatakan bahwa elektabilitas seorang
dan partai politik dipertaruhkan. Pasalnya persaingan keras anatar sesame
partai yang ingin saling menjatuhkan makin terlihat. Apalagi banyak dianatara
mereka yang memilki stasiun televisi, hingga jadilah ini ajang
jatuh-menjatuhkan antar partai, mrakyat yang merupakan penonton mulai mengerti
dan banyak melahirkan opini-opini, yang
menurut mereka bahwa Politik itu kotor, politik itu jatuh menjatuhkan dan
politik itu suatu kejahatan, dan opini-opoini lainnya. Ini adalah fakta, opini
yang dibangun oleh masyarakat secara sopradis ini tak lain atas dukungan media
yang merupakan media penyalur informasi. Sehingga secara tidak langsung lebel buruk sudah disandang oleh
politis-politis negeri ini.
Berita yang ditampilkan tampak begitu vulgar, namun itulah media.
Menampilkan kejujuran. Sebagai perwujudan dari kredibilitas. Tetapi tetap
banyak tersimpan niat-niat lain dari oknum-oknum tertentu, baik yang memiliki
media atau yang memilki otoritas dalam negeri ini.
Jika kita kilas balik, bahwasanya ttitik awal dari semua ini adalah
media. Bukan untuk bermaksud menyalahkan media. Tapi harusnya media mengetahui
dan mampu membangun sebuah opini yang selaras dengan masyarakat, Negara ini
sudah terlanjur disebut sebagai Negara korup. Karena media selalu
menampilkan berita yang secara berulang-ulang
menampilkan berita yang kontroversional. Sehingga secara alam bawah sadar sudah
terbentuk sendiri dalam frame orang Indonesia bahwa Negara ini adalah Negara
korup. Dan akan terus berulang yang nantinya akan membentuk pribadi-pribadi
yang korup. Nauzubillah min zalik.
Maka dari itu, mulailah bercermin. Media sebagai saluran informasi harus
mampu membangun pemikiran masyarakat. Yang titiknya bukan dalam pembentukan
pola pikir yang paranoid, tetapi membentuk pola pikir yangmaju ke depannya
dengan berita yang bermanfaat. Serta memulai langkah memahami esensi dari
media. Agar dapat menjalankan peran dan fungsinya sebagai control social, sehingga
masyarakat kita tidak menjadi masyarakat yang paranoid terhadap poltik, karena
politik itu adalah suatu yang ada dan pasti.
Oleh Mayang Indah
judi sabung ayam
BalasHapus