(Oleh Safarudin/Kebijakan Publik Al
Quds 2013-2014)
Indonesia adalah negara dengan penduduk terbesar di Asia
Tenggara dan memiliki berbagai potensi yang begitu besar baik dari segi Sumber
daya alam maupum manusianya, yang membuat janggal apakah potensi yang dimiliki
manusianya, kalau dari segi jumlah ya kita memang diakui namun dari segi
derajat pendidikan kita sangat rendah diasia ini jika di komparasikan dengan
potensi yang ada. Dari data UNESCO (2000)
tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index) Di
antara 174 negara di dunia Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99
(1997), ke-105 (1998), dan ke-109 (1999).
Menurut survei Political and Economic Risk
Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12
dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam dan kita
berada jauh dari negara tetangga baik Malaysia maupun Brunai . Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia
memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57
negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survey dari lembaga yang sama
Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin
teknologi dari 53 negara di dunia.
Dan
lebih parahnya lagi menurut
Education for All Global Monitoring Report yang dirilis UNESCO 2011 tingginya
angka putus sekolah yang menyebabkan Indonesia berada pada tingkat, dan ini
dibenarkan dari data yang dirilis oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
setiap menit empat orang putus sekolah. Data pendidikan tahun 2010 menyebutkan
1,3jutaanak usia 7-15 tahun terancam putus sekolah, hal ini juga yang membuat
daya saing Indonesia dikancah dunia sangat rendah hal ini dibuktikan dengan
banyaknya penyerapan tenaga kerja dari Indonesia yang dimanfaatkan sebagai
pembantu dinegara lain.
Betapa
mirisnya melihat keadaan yang seperti ini, padahal pendidikan adalah salah satu
dasar pembangunan sebuah negara namun di Indonesia nampaknya ini tidak terlalu diperhatikan
oleh pemerintah malah terkesan hanya asal berjalan proses pendidikan
tersebut. Ini dibuktikan dengan carut-marutnya pelaksanaan UN yang mulai dari lembar jawaban
dengan kualitas rendah sampai pelaksanaan UN yang tidak serempak di beberapa
daerah, bahkan ada setelah satu minggu selesai pelaksanaan UN dari jadwal yang
telah ditentukan masih ada tempat yang melaksanakan UN.
Tidak bisa kita tampikkan juga factor-faktor lainnya
seperti kualitas pengajar dan lokalisasi tempat pembelajaran, Menurut data
Kemendiknas 2010 akses pendidikan di Indonesia masih perlu mendapat
perhatian, lebih dari 1,5 juta anak tiap tahun tidak dapat melanjutkan
sekolah. Sementara dari sisi kualitas guru dan komitmen mengajar terdapat lebih
dari 54% guru memiliki standar kualifikasi yang perlu ditingkatkan dan 13,19%
bangunan sekolah dalam kondisi perlu diperbaiki.
Indikator
|
2008
|
2009
|
2010
|
2011
|
2012
|
Indeks Daya Saing
|
55
|
54
|
44
|
46
|
50
|
Persyaratan Dasar
|
76
|
70
|
60
|
53
|
58
|
Penopang Efisiensi
|
49
|
50
|
51
|
56
|
58
|
Faktor
Inovasi dan Kecanggihan
|
45
|
40
|
37
|
41
|
40
|
(Sumber: Bappenas)
Menurut
UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dijabarkan
diantaranya dalam Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 mengenai Delapan
Standar Nasional Pendidikan diharapkan mampu mengangkat kualitas pendidikan di
Indonesia yang diantaranya adalah (1) Standar Isi, (2) Standar Proses, (3) Standar
Kompetensi Lulusan, (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, (5) Standar
Sarana dan Prasarana, (6) Standar Pengelolaan, (7) Standar Pembiayaan, dan (8) Standar
Penilaian Pendidikan (PP. No. 19 Tahun 2005) semuanya masih berada dibawah standar
yang telah ditentukan oleh pemerintah itu sendiri ini sama halnya menuntut diri
sendiri ditengah keterpurukan yang mendalam.
Dari realita yang ada diatas maka rakyat Indonesia ini sangat membutuhkan sebuah pembaharuan
pendidikan agar mampu untuk menimbulkan setitik kesejahteraan yang
diharap-harapkan. maka dari itu mari kita berbenah mulai dari kualitas para
pengajar sampai keteknis yang ada, dan jangan sampai kita hanya berdian diri
dan hanya menuntut nilai-nilai di lembaga yang ada dan setelah itu kita menjadi
budak-budak asing (pekerja perusahaan asing).
daftar sabung ayam
BalasHapus