oleh Mety Topyah
Adzan
subuh mulai terdengar bersahut-sahutan dari beberapa masjid di sekitar, aku
mulai tersadar dari mimpi panjangku,segera ku tunaikan kewajibanku. Seperti biasa,di sini
kami terbiasa melakukan solat berjamaah. Di kosan pink, tentunya penghuni kosan
ini semuanya kaum hawa.
Setelah
semua urusan rutin setiap pagi selesai yaitu mulai dari mencuci pakaian, menjemurnya, menyapu, beres-beres
perlengkapan untuk ke kampus dan menyiapkan bekal untuk dibawa ke kampus. Aku
dan teman satu kamarku mulai beranjak meninggalkan kosan 'pink' ini, kulihat
mentari pagi telah bertengger indah di singgasananya. Kami berjalan menyusuri
lorong panjang dan sedikit berkelok. Sampai sudah kami di bibir jalan, tepatnya
kami berada di mulut 'Jalan Anggrek' . Seperti biasa kami naik angkot warna
kuning kendaraan umum khas kampus hijauku. Ku lihat penumpang angkot ini sudah
mulai penuh.
Selang
beberapa menit, kami memasuki gerbang 'kampus Idaman'. Mobil mulai melaju agak
pelan saat melewati beberapa fakultas. Kami melewati gedung auditorium, hemm ada sebuah
kenangan indah di sana, yahh! mengingatkan dengan
masa-masa Ospek atau PK2 dua minggu yang lalu.
Mobil
terus melaju dan aku melihat sebuah
gedung yang bertuliskan Lembaga Bahasa
dan
di sebelah kanan jalan ada Fakultas Kedokteran. Oh iya ini kan hari senin, kami ada jadwal kuliah di gedung MPK,
jadi kami tidak akan menuju Fakultas KIP alias ‘Gedung Baru-Gedung Biru’.
Sepertinya kami sedang melamun, perpustakaan dan gedung MPK sudah kami lewat dan kami lupa menyetop
angkotnya, dari pada kami terlewat terlalu jauh akhirnya kami menyetop angkot
tepat di Zona E, di sana ada papan yang bertuliskan Fakultas Teknik. Seperti
biasa kami mengeluarkan uang Rp1500 per orang dari kocek untuk ongkos
angkotnya. Bentuk jalan yg kami lewati tadi seperti agak mencekung,berarti
gedung MPK ada di balik Fakultas Teknik ini, "sepertinya kita perlu
berjalan sedikit untuk menuju gedung MPK"ucap temanku.
Berjalanlah
kami dengan penuh rasa 'PD'. Ada tangga dan turunan sedikit, kami berjalan
tepat di tengah-tengah pintu masuk fakultas,
ku
lihat di tengah-tengah gedung ada lapangan yang berumput, kami berjalan lurus
dari pintu masuk berarti sekarang kami berada di tengah-tengah tanah lapang
itu. Ku lihat di sekelilingnya ada koridor-koridor, ada bangku yang memanjang
tempat mahasiswa FT mangkal, ets!tapi dari pertama kami masuk, kenapa sejumlah
mata tertuju pada kami. Tapi kami tetap berjalan tanpa dosa sedikitpun, dalam
hati kami,karena
kami tiada punya salah.
Baru
beberapa langkah kami melenggang,terdengar suara salah satu mahasiswa
"huu" dan diikuti pula oleh beberapa mahasiswa lain. Lalu kami
mendengar bunyi tepuk tangan yang semakin lama semakin keras. Gaduh sudah "Prok
prok prok" bunyi tepuk tangan sambil diiringi siul-siulan.
Apa
yang terjadi?apa yang aneh dengan kita?aku bertanya pada diriku sendiri dan
bertanya pada teman di sebelahku. Lalu kami memperhatikan dandanan kami. Jilbabku
warna coklat menjuntai menutupi dada dan lengan, baju warna krim yang longgar, rok
warna coklat, kaos kaki warna krim dan sepatu warna coklat campur krim. Dan
temanku berjilbab yang sama sepertiku,tetapi warnanya ungu, bajunya putih dan
roknya ungu muda, kami berdua membawa ransel. So?apa yang salah?"ooh
mungkin karena pakaian kita berbeda dari mereka, dan kita memakai rok, ini kan
lingkungan Fakultas Teknik, So mahasiswanya rata-rata pakai jeans atau
bercelana saja tidak ada yang memakai rok seperti kita apalagi cowok-cowoknya
masak mau pake rok juga pakai sarung masih mending^_________^, jadi kita dianggap
beda dan ‘nyeleneh’ dari mereka"ucap temanku.
Oh
mungkin juga begitu, batinku. Akupun setuju dengan
pendapat temanku. Akhirnya kami keluar dari FT dan segera kami menuju gedung
MPK. Kejadian tadi benar-benar akan sulit kami lupakan, kami tersenyum jika
mengingatnya.
Saat
kami berada di ‘kosan pink’, kami menceritakan pengalaman tadi pagi pada seorang
mbak yang satu kos juga dengan kami. Ehhh
ternyata, dugaan kami tadi meleset, seperti bumi dan langit. Bukan itu
alasannya mengapa para mahasiswa FT memperlakukan kami seperti itu. Usut punya
usut ternyata sudah bertahun-tahun mungkin berpuluh-puluh tahun, tidak ada yang
berani berjalan di tengah-tengah
lapangan yang berada tepat di tengah-tengah gedung FT. Mendengar itu kami
seperti disambar geledek. Berarti apa yang sudah kami lakukan merupakan suatu
'pantangan' yang tidak boleh dilakukan di daerah rawan itu. Mbak yang tadipun
menambahkan bahwa dosen pun
sampai ada yang menangis saat berjalan di tengah-tengah tanah lapang itu karena
malu diperlakukan seperti yang kami alami tadi pagi.
Seminggu
dari kejadian naas itu, kami
baru menemukan jawaban yang lengkap atas pertanyaan terdalam kami. Mengapa kami
mengalami perlakuan seperti itu?dan inilah jawaban yang dapat kami simpulkan:
sejarah kuno yang menyebabkan daerah itu menjadi suatu pantangan untuk
dilewati. Dahulu kala ada seekor monyet yang melenggang dengan PD-nya di jalan itu, eemm mungkin dari
situlah timbul pikiran bahwa siapapun dan apapun yang melewati jalan itu tidak
lain dan tidak bukan, dia sama seperti monyet tadi, tradisi dan kebiasaan
menyoraki seperti yang kami alami seminggu yang lalu mungkin telah
turun-temurun dilakukan oleh angkatan satu ke angkatan berikutnya.
Jalan
Keramat itulah sebutan yang paling pas untuk daerah pantangan itu. Kami berjanji
dalam hati bahwa kami tidak akan pernah menginjakkan kaki lagi di Jalan Keramat
itu. Cukup sekali saja kami dipermalukan. Kejadian itu harus menjadi yang
pertama dan terakhir dalam kehidupan kami.
Jalan
Keramat, jangan kau coba-coba melewatinya sobat, cukup kami saja yang menerima
perlakuan yang memalukan seperti itu. Ini menjadi suatu kisah yang tak akan
kami lupakan. Dan ini adalah bagian dari mozaik-mozaik yang akan ku kumpulkan dan akan ku kisahkan
pada anak cucu ku kelak. Kisah yang terajaib yang pernah ku alami di kampus
idamanku kampus nan hijau.
Kisah ini kuukir
dalam bentuk tulisan pada:
29 september
2012
sehari setelah
genap sebulan aku diperantauan.
sabung ayam online
BalasHapus