Ilmu laksana binatang buruan. Pena
dan tinta adalah (tali kekang) pengikatnya,
maka ikatlah binatang buruanmu
dengan tali yang kuat
(Imam Syafe’i)
Begitulah
Imam Syafei bercerita tentang makna menulis. Laksana binatang buruan yang
begitu liar, ia akan pergi menjauh dan hilang ketika tali kekangnya tidak kuat
atau bahkan tidak tidak dikekang, pun demikian dengan ilmu. Ilmu yang didapat dan atau dicari, tidak akan bertahan dan
menahun tatkala tidak dituliskan di lembaran-lembaran nyata, ia dengan mudah dilahap
penyakit lupa hingga tak membekas apalagi mengakar. betapa banyak gagasan yang
terlupakan karena tidak ditulis secara nyata, hanya ditulis pada ingatan.
Di zaman yang (katanya) serba modern
saat ini, disaat “robot-robot”berperan menggantikan dan membantu tugas
manusia di dalam kehidupan, minat menulis di kalangan generasi muda khususnya
mahasiswa masih sangat minim. Tak pelak kita melihat mahasiswa yang hanya fokus
pada kuliah (study oriented only,red). Mereka ingin cepat meraih gelar sarjana sehingga
langsung dapat bekerja di sebuah perusahaan bonafit. Hal itu berimbas pada
kurangnya minat menulis, ditambah lagi karena menulis merupakan kegiatan aktif
sehingga Mereka berpendapat menulis membutuhkan curahan tenaga dan pikiran yang
akan menghabiskan waktu.
Rendahnya minat menulis juga dikarenakan
mereka terlalu kaku dengan harus menuruti kaidah menulis yang baik dan benar. Padahal
untuk mulai menulis, “kangkangi” cara menulis yang baik, tumpahkanlah ide-ide
yang ada di gagasanmu dan mulailah menulis tanpa menghiraukan kaidah bahasa
yang baik dan benar walaupun seyogyanya kualitas tulisan juga sangat penting,
namun mulailah menulis untuk diri sendiri terlebih dahulu. Kita akan bisa
menulis dengan baik setelah terjadi pembiasaan dan pengakraban diri dengan
dunia menulis dan tulisan.
Selain
hal diatas rendahnya minat menulis pun diakibatkan oleh kurangnya minat baca
dikalangan generasi muda terkhusus mahasiswa sang agen of change. Sebagaimana dituturkan oleh Abdul Khak (Kepala
balai bahasa Bandung) bahwa rendahnya minat menulis diakibatkan rendahnya minat
baca (Kompas.com,2011). Ada apa dengan membaca? eratkah hubungan membaca dengan
menulis? ya, karena menulis adalah muara dari membaca, semakin banyak seseorang
melahap bacaan, maka semakin mudah untuk menggoreskan tinta, menumpahkan ide
dalam lembaran nyata.
Minimnya minat menulis, berdampak
pada jumlah publikasi karya ilmiah Indonesia yang kalah dengan negara-negara
lain. Ironis, ketika Indonesia yang notabene merupakan negara terbesar ke empat di dunia hanya menghasilkan
sepertujuh karya ilmiah dibandingkan negeri jiran Malaysia (Dirjen Dikti,2012)
Sejatinya, menulis sudah begitu
akrab dengan kita, bahkan hal tersebut telah diajarkan oleh orang tua kita
saat kita masih kecil. Kegiatan menulis
pun telah diterangkan dalam kitab suci Al-quran yakni dalam surah Al-Qomar ayat
: 53
Dan segala(sesuatu) yang kecil maupun yang
besar (semuanya) tertulis
dari
ayat di atas jelas bahwa pemilik jagat raya ini pun menuliskan segala
sesuatunya sehingga tidak ada alasan bagi kita untuk tidak (mulai) menulis.
Menulis pun kegiatan yang begitu akrab
dengan dunia dakwah. tak sedikit kita melihat para penyeru kebaikan yang
berdakwah lewat pena, sebut saja Habiburrahman El Shirazy yang novel- novel
karyanya diburu oleh banyak orang. Salim A. Fillah, penulis muda yang
buku-bukunya yang bertemakan cinta banyak diminati oleh pembaca, kemudian Anis
Matta yang akhir-akhir ini namanya sering digembar-gemborkan
oleh media, Soekarno muda (orator-ulung) ini pun berdakwah lewat pena dan masih
banyak lagi para penyeru kebaikan yang berdakwah dengan lafadz sastra tulis.
Menulis. Ternyata bukan pekerjaan
sederhana. Dengan menulis tanpa sadar kita sedang mendulang pahala. Bagaimana
bisa…??. Semua berawal dari niat. Jika niat menulis kita tulus untuk
menyampaikan kebaikan. Bukan sekedar demi uang dan kebanggaan. Apapun bentuk
tulisan itu, entah puisi, cerpen, novel, artikel ataupun berita tentang kisah
nyata. Jika setiap untaian kata penuh makna yang coba kita ciptakan bisa
dipastikan akan membekas dalam bagi yang membacanya. Maka sejak pertama yang
mesti ditata saat menulis tak hanya sejumlah buku atau artikel yang akan kita
jadikan sebagai panduan dan referensi semata. Yang lebih penting dari itu
semua. Tentu saja, niat. Saat hanya Ilahi yang jadi motivasi sejati maka
keberkahanpun akan datang menghampiri. (bersamadakwah.com,2013)
Menyikapi
hal ini, KAMMI Al-Quds tergerak untuk menumbuh-kembangkan tradisi menulis bagi
kalangan muda lewat Genus (Gerakan menulis). Dengan wahana ini diharapkan hidupnya (kembali) ruh
menulis dikalangan generasi pemuda terkhusus sang Iron Stock (Mahasiswa, red) yang akan melanjutkan estafet
pembangunan peradaban bangsa. Buatlah Ibu Pertiwi bangga telah melahirkan kita.
(Tarian
Pena staff Humas KAMMI Al-Quds UNSRI)
0 komentar:
Posting Komentar