Ketika kita berbicara mengenai inflasi di negeri ini maka
ada hal yang akan membuat kita ingat dengan beberapa generasi yang lalu, ketika
kita memulai mengingat dari awal merdekanya negeri ini, maka disitu telah
terjadi inflasi pada saat pemerintahan Soekarno yang mana pada saat itu
cita-cita Soekarno dengan idiologi nasakom-nya mengharapkan Indonesia bisa
berdikari (berdiri diatas kaki sendiri) kemudian Beliau membuat kebijakan
mencetak uang sebanyak mungkin dan akhirnya terjadi sebuah ketidak seimbangan
yang mana antara uang yang beredar dimasyarakat dengan baran yang beresar lebih
banyak uang sehingga terjadilah inflasi, inflasi ini mencapai 635% dan itulah salah satu alasan soekarno
diturunkan oleh rakyat.
Kemudian ketika mengingat sejarah kelam awal pemerintahan
ini, kita akan mengingat kejadian inflasi yang begitu melekat sepanjang masa
yaitu inflasi yang terjadi pada zaman Soeharto menjadi presiden, inflasi yang
terjadi saat itu begitu besar yaitu mencapai 300%(hiper inflasi) sehingga
terjadi krisis yang begitu menekan rakyat dan negeri ini karena pada saat itu
kalau kita misalkan mobil yang mulanya harga 11 juta maka akan melonjak menjadi
sekitar 80 juta kemudian dari dampak ini
terjadilah krisis yang kemudian keluarlah kebijakan pemotongan rupiah, sehingga
uang Rp 1 menjadi berharga disana dan inilah salah satu presiden soekarno
diturunkan juga oleh rakyat.
Setelah dari ke dua inflasi diatas, coba kita lihat
kejadian inflasi pada agustus 2013. Inflasi kali ini cukup besar yaitu 8,6% ini
dilansir dari data Badan Pusat statistic kategori year on the year dari ini hamper semua komponen mengalami inflasi
dan kejadian inflasi ini dibarengi dengan melemahnya rupiah terhadap US dolar 1
dolar sekitar Rp 11.600 hal ini cukup membuat panik pemerintah sampai-sampai
ada wacana aka nada pemotongan nilai rupiah. Kemudian ada statemen dari ketua
lembaga, pengkajian, penelitian, dan pengembangan ekonomi(LP3E) Kamar Dagang
dan Industri(Kadin) mengatakan ada kebijakan politik fiscal yang di lakukan
DPR, Menteri Keuangan, dan Presiden dengan memainkan kenaikan BBM untuk
menghadapi menghadapi pesta politik tahun 2014 nanti(Republika).
Ini bisa kita hubungkan dengan pemilu 2010 lalu, dimana
pada tahun 2008 ada kebijakan pemerintah yang memutuskan untuk mengurangi
subsidi BBM sehingga terjadi kenaikan harga dipasaran kemudian dari tindak
lanjut itu pemerintah mencoba membantu rakyat dengan menggelontorkan dana
BLT(Bantuan Langsung Tunai) rakyatpun senang, kebijakan inilah banyak menuai
keritik dari para aktivis dan beberapa pengamat pasalnya pada tahun 2008 harga
BBM tidak naik atau malah turun namun apadaya rakyar tidak mengetahui itu
sehingga partai penguasa kembali terpilih untuk menjadi pemimpin di negeri,
kejadian itu nampaknya ingin diulangi lagi oleh pemerintah untuk memenangkan
kembali partai penguasa di pemilu di tahun depan dengan mengandalkan alasan
APBN lemah, kemudian pemerintah memaksa menurunkan subsidi pada BBM sehingga
harga BBM naik dan pemerintahpun mencoba menghibur rakyat ini kembalai dengan
membuat kebijakan BLSM. Nah pola inilah yang dimainkan oleh penguasa negeri ini
sehingga bisa dibilang Indonesia tidak akan pernah maju jika ini terus terjadi
dan kita katakana pemerintah telah gagala dalam mensejahterakan rakyatnya namun
berhasil mensejahterakan golongannya.
Pada intinya Indonesia belum siap untuk melaksanakan
demokrasi dengan fear, sehingga pemimpin yang dihasilkanpun tidak akan pernah
berkualitas. Jika memang Indonesia siap untuk menjalankan demokrasi ini dengan
baik kemungkinan besar Indonesia bisa maju dan mensejahterakan rakyatnya karena
memiliki pemimpin yang berkualitas dari pemilu yang berkualitas juga.
0 komentar:
Posting Komentar