Home » » Gelanggang 2014 dan Asa pada Senior "Calon Anggota Dewan"

Gelanggang 2014 dan Asa pada Senior "Calon Anggota Dewan"


Seperti yang kita tahu, pesta demokrasi terakbar di negeri ini sebentar lagi terhelat. tepatnya 9 April 2014 kelak. Berbeda dengan pesta kebanyakan, yang sering kita saksikan. Pada tahun 2014 ini begitu banyak artis yang tampil menghibur, jutaan jumlahnya. Pun begitu dengan penonton, sangat membludak, wari-wiri berlalu lalang memenuhi ruas-ruas jalan.

Mulai dari gang sempit di kebun-kebun, hingga jalan protokol di tengah kota. Artis dan penonton tertumpah ruah menyatu dan menjadi satu. Hingga tak jelas lagi mana artis mana penonton. Berpadu dalam satu irama, semua bernyanyi, semua bersorak sorai. Lupakan sejenak segala asa yang menyiksa diri dan negeri ini. Begitulah.

Bagiku secara pribadi, gelanggang 2014 sama saja seperti gelanggang sebelum-sebelumnya, yang telah lalu. Rutinitas lima tahunan. Prasyarat berdemokrasi, katanya. Mesin cetak “siapa” yang akan menyandera dan menikam “siapa” sesudahnya. Memang, mungkin tidak semua.

Walau begitu, tetap ada yang menarik di gelanggang 2014. Karena ada terselib satu “nama” disana. Di dalam daftar nama calon legislative yang tertulis berderet itu. Mungkin bukan hanya nama itu saja yang ku tahu, beberapa nama yang juga tak asing lain, turut ku lihat di daftar itu. Tapi biarkanlah nama-nama itu,  karena memang cuma itu, nama sebagai senior di sebuah organisasi yang pernah ku ikuti. nama itu adalah nama mu, senior.

Bagi ku tak sama sekali ada alasan, untuk sekedar meragukan pilihanmu hijrah berpolitik praktis. Sebagai junior, aku atau mungkin kami tentunya telah mengenal arif seperti apa kiprahmu di jalanan. Karena itulah, kau pantas berjalan dengan pilihan yang kau ambil, bertandang merebut kekuasaan.

Tertulisnya namamu dalam daftar itu, tentu tak sama seperti kebiasaan memajukan kader dari organisasi kita untuk menjadi anggota DPM kampus. Atau menjadi presiden mahasiswa. Tanpa persaingan berarti, Menang. Terlebih lagi pesiwer “taklimat” dan “illanat” sebagai andalan. Jargonik sakti yang mampu menguatkan barisan pemenangan. Manut dalam satu arahan, memberi suara tertuju pada satu pilihan.

Tapi untuk kau kini, penuh bersaingan sengit yang menggigit. Bisa saja kau keluar sebagai pemenang atau tumbang terbuang. Kau bersaing bukan saja dengan lawan dari partai seberang. Tapi juga kawan sekandang satu partai. Katakanlah, kau butuh barisan massa partaimu yang solid itu atau sesekali ingin meminjam untuk memakai jargonik sakti ala partaimu itu, tetap sulit kau menang. Karena, semua itu bukan milikmu seorang. Yang bisa kau lakukan hanyalah berjuang. Iya berjuang, berjuang dengan cinta, kerja dan harmoni persis seperti nyanian para guru di partaimu itu.

Andaikan kau menang kelak, tentu banyak mata akan tertuju pada kiprahmu. Pun begitu denganku. Bukan soal karena tak yakin dengan penjagaan idealismemu seperti saat kau masih di jalanan. Bagi ku sendiri, apakah kau masih segarang saat menggenakan almamater jalanan? Walau tentang ini berjuta pembenaran sudah tertampung, menyatakan dunia jalanan tak sama dengan dunia ruangan. Jalanan yang menyengat dan menghitamkan memang jelas tak bisa disandingkan dengan ruangan yang Full AC, nyaman dan menyejukkan.

Lumrah, seperti yang juga kau tahu. Banyak cerita orang jalanan menjadi anggota dewan, seketika tenggelam. Sekonyong-konyongnya bilang kalau jalanan itu penuh wacana utopis, sedangkan dunia politik kemestian realistis dan kompromis. Ikut arus atau melawan arus. Demikian, konsekuensinya. Tentu kau pun mafhum, betapa telah banyak para senior dari organisasi kita yang kepeleset terbawa arus. Dengan dalih dalam rangka kerja dakwah.

Aku bukan sedang memvonismu akan sama seperti kebanyakan politisi negeri ini, atau hendak mengatakanmu sama saja seperti para pendahulu dari organisasi kita, yang telah lebih dahulu tergerus dalam pusaran air yang menghanyutkan. Tidak Sama sekali. Karena bagiku, kau akan seperti apa kelak, Seperti kebanyakan anggota dewan yang hanya pandai menghabiskan uang, atau berteguh komitmen layaknya sang negarawan sungguhan. Adalah hak yang menjadi pilihanmu.

Sedangkan, aku atau kami semua, hanya sebatas bisa menyiratkan bangga, andai kelak bisa melihatmu berbeda. Berbeda karena kau tampil sebagai pelaku politik yang mencerminkan prototype nilai-nilai organisasi pergerakan kita. Yang saban hari kau, aku, dan kita semua selami saat masih di kampus.

Akhirnya, aku juga tidak bermaksud menuntutmu harus bagaimana. Atau muluk berharap akan kiprahmu. Semua itu tugasmu untuk melakukan pembuktian pada kami semua. Tanpa perlu mengecilkanmu dengan memintamu melapalkan apa yang menjadi prinsif, paradigma dan kredo gerakan organisasi kita. Atau menyuruhmu menyanyikan lagu tekad, mars mahasiswa sembari mengepalkan tangan ke atas.

Biarkanlah semua itu tersimpan dalam diari kenangan bahwa kau pernah hidup di jalanan. Cukup hunuskan saja perisai nuranimu, untuk selalu mengatakan yang benar adalah benar. Dan yang salah adalah salah. Sekalipun engkau mesti adu tegang dengan partaimu. Mematahkan ketidakmungkinan.

Muhammad Iqbal Themi

0 komentar:

Posting Komentar