KAMMI.or.id. - Tanggal 16 Oktober diperingati secara internasional sebagai momentum Hari Pangan Sedunia. Tahun ini, peringatan Hari Pangan Sedunia dipusatkan di Padang, Sumatera Barat, dengan mengambil tema “Optimalisasi Sumber Daya Lokal untuk Ketahanan Pangan”. Pada peringatan Hari Pangan tahun ini, apa yang bisa kita sikapi?
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2013 mencatat adanya penyusutan 5,04 juta keluarga tani dari 31,27 juta keluarga per tahun 2003 menjadi 26,13 juta keluarga per tahun 2013. Artinya jumlah keluarga tani susut rata-rata 500.000 rumah tangga per tahun. Sebaliknya, di periode yang sama, jumlah perusahaan pertaniaan bertambah 1.475 perusahaan. Dari 4.011 perusahaan per tahun 2003 menjadi 5.486 perusahaan per tahun 2013. Jumlah rumah tangga usaha pertanian juga mengalami penurunan per tahun sebesar 1,75 persen, dengan total penurunan 5,04 juta rumah tangga dari 2003-2013. Pada tahun 2003 terdapat 31,17 juta rumah tangga (Sensus Pertanian 2003) dan menyusut menjadi 26,13 juta rumah tangga di tahun 2013.
Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah petani di Indonesia semakin berkurang, petani gurem bertambah banyak dan sebaliknya jumlah perusahaan pertanian justru meningkat dan menjadi aktor utama dalam segala sektor pertanian, mulai dari alat produksi, cara produksi hingga distribusi pertanian. Hal ini menegaskan bahwa pemerintahan SBY gagal mensejahterakan rakyatnya (petani) dan malah berpihak kepada korporasi-korporasi pangan.
Sementara dalam ruang lingkup kebijakan anggaran, berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2013, alokasi anggaran program sektor pangan sebesar Rp. 83 triliun yang mencakup Rp. 64,3 triliun untuk stabilisasi harga pangan bagi pemenuhan kebutuhan rakyat dan Rp. 18,7 triliun untuk pembangunan infrastruktur irigasi. Hal ini masih jauh dari memadai, 3 kali lebih rendah dibandingkan belanja pegawai yang mencapai Rp. 241 triliun. Jika mengacu pada ukuran Organisasi Pangan Dunia (FAO), yang mengharuskan dana bagi sektor pertanian suatu negara diharuskan sebesar 20% dari total anggaran untuk membiayai anggaran pembangunannya, maka anggaran sektor pangan kita terhitung hanya 7% dari total anggaran di APBN 2013 (Rp. 1.657 triliun).
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa keberpihakan pemerintah terhadap petani dan kedaulatan rakyat atas pangan menjadi pertanyaan besar yang tidak terjawab. Hal yang sama terjadi pada anggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya 0,003% dari total Rp. 1.657 triliun. Ironisnya lagi, tidak ada perlindungan negara kepada nelayan tradisional, misalnya melalui mekanisme asuransi, permodalan yang mudah dan aman, serta penyediaan infrastruktur pengolahan ikan yang terhubung dari hulu ke hilir dan antarpulau. Hal ini berimplikasi terhadap semakin minimnya akses nelayan tradisional atas wilayah tangkap (tradisionalnya).
Kondisi ini menjadikan bebas masuk-keluarnya kapal pelaku pencurian ikan (ilegal, unreported and unregulated fishing) di perairan Indonesia. Sejak tahun 2001 – Agustus 2012 sebanyak 2.469 kapal tertangkap. Tak mengherankan, saat sumber daya ikan semakin menipis dan diperburuk dengan meningkatnya praktek pencurian ikan, pemerintah mengambil jalan pintas melalui impor sebanyak 450.000 ton ikan.
Belum lagi masalah alih fungsi lahan pertanian, baik dalam skala lokal maupun nasional yang secara langsung berdampak pada berkurangnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian. Alih fungsi lahan pertanian pada gilirannya menyebabkan melemahnya posisi pertanian untuk menopang kebutuhan pangan nasional.
Selain itu, kita juga menghadapi tingginya harga pangan, lemahnya ketahanan pangan nasional dan ketergantungan kebutuhan pangan nasional pada impor pangan. Meningkatnya harga pangan antara lain disebabkan karena kebijakan kenaikan harga BBM pada tengah tahun 2013 ini. Kenaikan harga terjadi pada bahan-bahan kebutuhan pokok, seperti beras, bawang merah, cabe, beras dan daging. Hal ini tak pelak semakin “mencekik” kehidupan rakyat miskin yang tak mampu dalam mengakses kebutuhan pangan tersebut.
Namun jika dilihat lebih dalam, kenaikan harga-harga pangan sesungguhnya disebabkan oleh monopoli atas produk-produk pertanian oleh perusahaan-perusahaan besar seperti mosanto, cargil, mulai dari bibit, pupuk, obat dan lainnya. Selain dimonopolinya saran produksi pertanian, para perusahaan besar dunia juga melakukan monopoli atas hasil produksi pertanian. Akibatnya tentu bisa dibayangkan, bagaimana jika kebutuhan sosial seperti pangan kemudian dikuasai oleh segelintir pihak, maka tentu mereka akan leluasa untuk mengatur dan menetapkan harga sesuai yang mereka inginkan.
Selain tingginya harga pangan, pemerintah juga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, sehingga “terpaksa” untuk melakukan impor bahan pangan seperti kedelai dan daging sapi, kebijakan ini lagi-lagi dapat menghambat pertumbuhan perekonomian rakyat kecil dan semakin memperjelas wajah pemerintah sekarang yang pro pada ekonomi pasar bebas dan sistem kapitalis.
Oleh karena itu, KAMMI berkesimpulan bahwa Hari Pangan Sedunia ini masih dihantui oleh gagalnya petani untuk berdaulat atas hasil pertaniannya sendiri. Maka dari itu, dalam momentum Hari Pangan Sedunia (16 Oktober 2013) ini, KAMMI memberikan beberapa rekomendasi:
- Untuk mengubah paradigma dalam pembangunan pertanian, paradigma lama yang bertumpu pada produktivitas harus mulai diimbangi dengan upaya-upaya politik yang berorientasi pada kesejahteraan kaum tani.
- Penciptaan desain pembangunan pertanian yang integral dan menyangkut berbagai sektor, khususnya industri.
- Memperdalam riset pertanian nasional dan kajian ulang sebagai basis data untuk menentukan kebijakan pertanian masa depan
- Melakukan operasi pasar dan penentuan kebijakan harga pangan dengan tidak mengikuti harga pasar bebas untuk menstabilisasi harga pangan.
- Hentikan monopoli industri komoditas pertanian yang dikuasi oleh oleh perusahaan pertanian asing
- Segera lakukan tindakan pencegahan terhadap tindak illegal unreported and unregulated fishing (IUU) dan memperhatikan kesejahteraan serta sarana dan prasarana nelayan tradisional.
- Segera laksanakan reforma agraria agar para petani tak lagi menjadi buruh tani dan budak dinegeri sendiri.
Demikian KAMMI menyatakan sikap pada Hari Pangan sedunia: Tidak ada Hari Pangan tanpa Keberpihakan Pemerintah terhadap Petani. Segera Laksanakan Reforma Agraria dan Perbaiki Kesejahteraan Petani!
Furqon, S. Kel
Staf Ahli Bidang Agraria & Lingkungan
Departemen Kajian Strategis PP KAMMI
0 komentar:
Posting Komentar